Rabu, 06 Juli 2011

kejahatan hipnotis

“ Kejahatan hipnotisme,gendam,cablek”

Belakangan ini pemberitaan di surat kabar maupun media elektronik tentang sebuah bentuk
kejahatan dg modus ilmu gaib yg didalam masyarakat dikenal dng sebutan ilmu gendam,
cablek mulai marak kembali,dengan modus ini pelaku kejahatan ,menghindari cara kekerasan
untuk memperdaya korbanya,karena cara kekerasan mempunyai resiko tinggi terhadap pelaku
sendiri,terlebih kalau korban mempunyai kemampuan untuk melawan. Terminologi hipnotis
menurut bahasa yunani yaitu hipnos yg mempunyai arti tidur namun tidur dlm prinsip hipnotis
terbagi menjadi 4 fase yaitu keadaan beta alpha theta dan delta.Kondisi pada fase alfha dan theta
inilah yg diciptakan oleh pelaku,dalam fase ini korban merasa sangat rileks,nyaman,tenang,dan
perhatian yg sangat terfokus kepada juru hipnotis ,hingga hilang “kesadaran” hanyut dalam alam
hipnosa yg dalam. Pengaruh ketidaksadaran itulah yg dimanfaatkan pelaku untuk memperdaya
korbannya.Aplikasi hipnotis dalam pemanfaatanya sebetulnya sangat bermanfaat ditangan orang yg
bertanggung jawab diantaranya:menolong persalinan,menghentikan kebiasaan buruk,memanage
stress,hiburan, serta terapi yg sifatnya psikologis,pemanfaatan potensi alam bawah sadar untuk
tujuan kebaikan mulai banyak disimpangkan oleh pelaku kejahatan.menurut hemat penulis apa
yg dilakukan para pelaku kejahatan jalanan itu SEBETULNYA BUKAN ILMU HIPNOTIS ,namun lebih
tepat dikatakan,SEBUAH KETERAMPILAN ATAU AKTIFITAS YG MENIMBULKAN HIPNOSIS.mengapa
demikian? Untuk menjawab ini maka kita harus mengetahui apa yg penulis sebut dg gerak gerik jiwa
ataubathin,jiwa atau bathin ini sifatnya tdk kasat mata namun dari gejalanya bisa tampak.Bukankah
sedih ,gembira,takut,cemas dan sebagainya adalah perwujudan dari suasana batin yg muaranya
adalah hati atau kalbu.Sistem tubuh manusia mempunyai apa yg disebut kondisi hipnosis,yaitu
kondisi dimana gelombang otak manusia dalam keadaan fase rileks,santai tenang meditatif hening
atau khusuk. Dalam fase ini manusia sangat sugestif sekali dalam menerima informasi dari luar
dirinya tanpa filter mental untuk memblocknya, informasi tersebut bisa apa saja ,positif negatif
khayal nyata sesat benar ataupun keliru apapun bentuk informasinya,hal itu akan terekam dalam
alam bawah sadar manusia menjadi sebuah file rekaman yg mengendap tanpa disadari.Dengan
bantuan hipnotisme file tersebut dapat diakses dg mudah sehingga yg tampak korban bercerita
panjang lebar mengenai keadaan dirinya dalam keadaan tertidur(jawa;nglindur,dlm pertunjukan
stage hipnotis).pelaku kejahatan modus ini biasanya pelaku mencabuli maupun memperkosa
korbanya karena korban tidak berdaya didalam pengaruh hipnotis.Dalam mekanisme ilmu
hipnotis ,sugesti yg masuk dalam alam bawah sadar yg sebelumnya pelaku menciptakan keadaan
rileks,tenang ,khusuk ,meditasi,hening dpt masuk tanpa ada filter pemblocknya,dalam keadaan ini
korban tidak akan menyadari,apa yg masuk dalam bawah sadarnya itu khayal atau nyata,bohong
atau benar,korban yg ada menerima begitu saja. Menisbatkan kejahatan ini dengan penipuan telah
memenuhi unsur syarat syarat terjadinya.Atau terhadap pelaku bisa dijerat dg psl 286 yg berbunyi
“barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan,padahal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tdk berdaya “ .(Ancaman pidana 9 thn) Juncto pasal 290 ke-
(1) ” Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dg seorang pdhl diketahui bahwa orang itu pingsan
atau tidak berdaya”(Ancaman pidana 7 thn)

Bagaimanakah perlindungan korban terhadap kejahatan yg ditimbulkan dari penyalahgunaan ilmu

hipnotis, gendam, dan cablek?

Apakah perangkat hukum materiil telah memuat delik ini secara spesifik?

Apakah kejahatan ini bisa dinisbatkan dg kejahatan penipuan?

1.didalam pembuktian perkara kejahatan hipnotisme/ gendam/cablek yg masuk ke pengadilan
hakim menilai pada unsur unsur yg didakwakan penuntut umum yaitu;

a. Barang siapa
b. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak
c. memakai nama palsu atau keadaan palsu,dg akal dan tipu muslihat maupun dg karangan

perkataan perkataan bohong
d. membujuk orang supaya memberikan suatu barang,membuat utang atau menghapuskan
piutang......dst

Secara spesifik kejahatan hipnotisme tidak diatur dalam hukum materiil khususnya pasal 378
KUHP,namun unsur yg ada dalam pasal tersebut telah cukup mewakili syarat keadaan yang dapat
ditimbulkan dalam keadaan korban terhipnosis,karena untuk mendakwa pelaku kejahatan dengan
modus ini tidak harus mensyaratkan semua unsur unsurnya terbukti dan juga dalam pembuktian
perkara ini saksi yg dihadirkan dalam persidangan apakah telah melihat mendengar merasakan
benar keadaan tersebut.

2.Dalam penjelasan KUHP karangan R.soesilo disana dijelaskan didalam salah satu unsurnya yg
berbunyi ‘karangan perkataan bohong” dijelaskan satu kata bohong tidak cukup,disini harus dipakai
banyak kata2 bohong yg tersusun demikian rupa sehingga kebohongan yg satu dpt ditutup dengan
kebohongan yg lain sehingga keseluruhanya merupakan ceritera sesuatu yg seakan akan benar.

Sebuah perilaku kejahatan bisa terjadi kapan saja dimana saja dan pelakunya siapa saja,untuk bisa
menghindari kejahatan dengan modus ini ada beberapa langkah yg harus diketahui a.l

Bagaimana sugesti hipnotis itu bekerja dan dalam keadaan yg bagaimana orang bisa
terkena Pengaruh tsb
- Mengupayakan pikiran selalu fresh,dan kritis tehadap apapun informasi yg masuk
kedalam diri kita
- Tetapkan tujuan dan langkah hidup secara jelas.

Jadi perlindungan sebenarnya adalah dr kita sendiri,perangkat hukum materiil yg tersedia hanya
mampu menjerat pelaku apa bila peristiwa tersebut telah terjadi.

Secara teknis metode penggunaan ilmu ini hampir sama dengan metode hipnotis yaitu shock
induction method,dimana pelaku kejahatan jenis ini dlm aksinya biasanya menepuk bagian tubuh
tertentu korbannya,prinsip daripada metode ini adalah membuka sistem pertahanan filter block

(RAS) dimana setelah pertahanan gerbang bawahsadar terbuka maka pelaku memasukkan sugesti
baru kedalam pikiran korban,pelaku jenis ini biasanya hapal betul dg suasana psikologis korban
waktu itu,dg sedikit berempati,simpatik,ramah maupun kesan yg bersahabat maka dg mudah
korban terpengaruh bujuk rayuan pelaku.Sehingga yg tampak adanya ketika membaur pada
masyarakat umum sepertinya masyarakat umum tdk pernah mendeteksi adanya tindak pidana
kejahatan,adakalanya jg orang orang disekelilingnya jg terhipnotis ataupun terpaku pada aksi
hipnotis jalanan ini.

Didalam prakteknya pelaku hipnotis jalanan jenis ini tidak selalu tunggal pelakunya,namun terkadang
berkelompok dan membaur bersama masyarakat yg lain sehingga terkesan hanya aktivitas perilaku
biasa,namun mereka telah membagi tugas masing masing diantaranya turut serta meyakinkan calon
korbanya agar masuk perangkap dalam suasana hipnosa yg telah dikondisikan.keadaan tersebut bisa
terbebas setelah korban pergi atau menyingkir dari konsentrasi massa tersebut.

Menurut kamus besar bahasa indonesia terbitan balai pustaka,gendam mempunyai arti bacaan atau
mantra mantra yg membuat orang lain terpana atau terpesona.Menilik pengertian gendam menurut
kamus tersebut para pelaku kejahatan jenis ini dalam melancarkan aksinya berkeyakinan bahwa dg
mantra tersebut korban akan terkuasai dg mudah.Ilmu jenis ini biasnya diperoleh dg cara laku dan
ritual ,yaitu suatu pengkondisian dimana jiwa dan raga ini harus menyatu dg kekuatan alam diluar
dirinya,pelaku sangat berkeyakinan keberhasilanya dalam menggendam korbnya sangat dipengaruhi
oleh aspek diluar dirinya sehingga dalam waktu waktu tertentu pelaku harus berhubungan dg
dimensi lain lewat pemberian sesajen,untuk memperkuat keyakinanya.Korban ketika terkena
serangan ilmu ini yg dirasakan adalah lemas,seperti kehilangan energi,linglung dan otak tidak
mampu berpikir kritis sehingga pelaku seakan akan menjadi patung diam membisu,walau seolah
olah tahu perhiasanya atau benda berharga miliknya dipreteli pelaku,ataupun malah memberikanya
kepada pelaku.

Diposting oleh:

Binarko Andriyanto Prabuningrat S.H

Mahasiswa PKPA angk.18

Praktisi Hipnotherapy

Jumat, 17 Juni 2011

PERATURAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT

PERATURAN
PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT

Menimbang: a. Bahwa satu di antara persyaratan yang harus dilalui untuk menjadi
advokat adalah mengikuti magang selama 2 (dua) tahun terus-menerus di
kantor advokat;
b. Bahwa untuk melaksanakan syarat magang tersebut, Perhimpunan
Advokat Indonesia (“PERADI”) perlu untuk membuat suatu aturan
mengenai magang.
Mengingat: Pasal 3 ayat (1) huruf g, Pasal 29 ayat (5), Pasal 29 ayat (6) Undang-Undang
No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4282).
Memperhatikan: Rapat Dewan Pimpinan Nasional PERADI pada tanggal 6 Juli 2006 dan 7
Agustus 2006.
M E M U T U S K A N

Menetapkan: PERATURAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA TENTANG
PELAKSANAAN MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT
BAB I
KANTOR ADVOKAT YANG DAPAT MENERIMA MAGANG DAN ADVOKAT
PENDAMPING

Pasal 1
Kantor Advokat yang dapat menerima magang adalah Kantor Advokat yang memenuhi syaratsyarat
di bawah ini:
a. Didirikan oleh seorang atau lebih Advokat yang telah terdaftar dalam Buku Daftar Anggota
PERADI;
b. Tersedianya Advokat yang dapat menjadi Advokat pendamping (“Advokat
Pendamping”) untuk para Calon Advokat yang menjalankan magang;
c. Bersedia menerbitkan surat keterangan magang (“Surat Keterangan Magang” –Contoh
terlampir sebagai Lampiran 1) yang isinya menjelaskan bahwa Calon Advokat telah
menjalani magang di Kantor Advokat dan menerangkan jangka waktu magang Calon
Advokat;
d. Bersedia memberikan bukti-bukti bahwa Calon Advokat telah menjalani magang di Kantor
Advokat;
e. Bersedia membuat laporan berkala (“Laporan Berkala” –Contoh terlampir sebagai
Lampiran 2) tentang pelaksanaan magang untuk disampaikan ke PERADI setiap 6 (enam)
bulan dan/atau pada saat Calon Advokat berhenti melakukan magang di Kantor Advokat
yang bersangkutan.

Pasal 2
Advokat yang dapat menjadi Advokat Pendamping harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Terdaftar dalam Buku Daftar Anggota;
b. Telah menjadi Advokat selama sedikitnya 7 (tujuh) tahun ketika akan mulai menjadi
Advokat Pendamping;
c. Tidak sedang cuti sebagai Advokat;
d. Tidak sedang menjalani sanksi pemberhentian sementara oleh Dewan Kehormatan
PERADI;
e. Tidak sedang menjalani hukuman pidana.

Pasal 3
 
(1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal 1, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu
atas keadaan di suatu daerah, PERADI dapat menunjuk langsung Kantor Advokat untuk
menerima Calon Advokat melakukan magang.
(2) Kantor-kantor atau lembaga-lembaga yang memberikan bantuan hukum cuma-cuma,
termasuk yang berada di lingkungan perguruan tinggi, yang memenuhi persyaratan yang
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e di atas, dapat mendaftarkan
diri ke PERADI guna dipersamakan sebagai Kantor Advokat yang dapat menerima Calon
Advokat melakukan magang.

Pasal 4
 
Kantor Advokat dapat menentukan sendiri jumlah Calon Advokat yang dapat diterima di Kantor
Advokat untuk menjalani magang, dengan ketentuan pada saat yang sama seorang Advokat
Pendamping hanya dapat menjadi Advokat Pendamping terhadap paling banyak 5 (lima) orang
Calon Advokat.

BAB II
SYARAT-SYARAT MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT
 
Pasal 5
 
Calon Advokat yang hendak menjalani magang wajib mengajukan permohonan magang kepada
Kantor Advokat yang memenuhi persyaratan tersebut dalam Pasal 1 di atas dengan syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Warga negara Indonesia;
b. Bertempat tinggal di Indonesia;
c. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. Lulusan pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”);
e. Telah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh PERADI
dan telah lulus Ujian Advokat.
BAB III
RUANG LINGKUP MAGANG
 
Pasal 6
 
(1) Selama masa magang (2 tahun), Calon Advokat harus membuat sedikitnya 3 (tiga) laporan
persidangan (“Laporan Sidang” –Contoh terlampir sebagai Lampiran 3) perkara pidana
yang bukan merupakan perkara sumir dan 6 (enam) Laporan Sidang perkara perdata.
(2) Laporan-laporan Sidang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Pasal ini adalah laporan
atas setiap sidang yang dimulai pada sidang pertama sampai dengan adanya putusan atas
masing-masing perkara dimaksud. Perkara-perkara dimaksud tidak harus merupakan
perkara-perkara yang ditangani oleh Kantor Advokat tempat Calon Advokat melakukan
magang.
(3) Selain ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 Pasal ini, Kantor Advokat dapat
juga memberikan pembimbingan, pelatihan, dan kesempatan praktik di bidang lainnya
kepada Calon Advokat, antara lain:
a. Berpartisipasi dalam suatu pekerjaan kasus atau proyek, baik di bidang litigasi
maupun non-litigasi;
b. Melakukan riset hukum di dalam maupun di luar Kantor Advokat;
c. Menyusun konsep, laporan tentang pekerjaan yang dilakukannya berupa memo,
minuta, korespondensi e-mail, perjanjian-perjanjian, dan dokumen hukum lainnya;
d. Menerjemahkan peraturan, memo, artikel dari bahasa Indonesia ke bahasa asing
ataupun sebaliknya; dan/atau
e. Menganalisa perjanjian atau kontrak.

Pasal 7
 
(1) Calon Advokat tidak dibenarkan memberikan jasa hukum secara langsung kepada klien,
tetapi semata-mata mendampingi/membantu Advokat Pendamping dalam memberikan jasa
hukum.
(2) Pemberian magang oleh Kantor Advokat kepada Calon Advokat tidak berarti bahwa Calon
Advokat harus menjadi karyawan pada Kantor Advokat tempat ia melakukan magang.

BAB IV
TUGAS ADVOKAT PENDAMPING DALAM PELAKSANAAN MAGANG
 
 Pasal 8
 
Advokat Pendamping bertugas:
a. Memberikan bimbingan dan pembelajaran dalam berpraktik hukum;
b. Melakukan pengawasan terhadap kerja dan perilaku Calon Advokat yang menjalankan
magang agar Calon Advokat tersebut dapat memiliki pengalaman praktis yang mendukung
kemampuan, keterampilan, dan etika yang baik dalam menjalankan profesinya;
c. Mengevaluasi pekerjaan yang dilakukan Calon Advokat selama menjalani magang, dan
melaporkannya kepada PERADI secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf e;
d. Memastikan bahwa setiap Laporan Sidang sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1)
dan (2) di atas adalah benar dan turut menandatangani Laporan Sidang tersebut untuk
nantinya disampaikan ke PERADI bersama dengan Laporan Berkala;
3
e. Melaporkan ke PERADI tentang adanya Calon Advokat yang sedang melakukan magang
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Calon Advokat melakukan magang
(Contoh terlampir sebagai Lampiran 4);
f. Dalam hal Advokat Pendamping bukan merupakan Advokat yang sekaligus berwenang
mewakili Kantor Advokat untuk menerbitkan Surat Keterangan Magang, maka Surat
Keterangan Magang wajib juga ditandatangani oleh Advokat Pendamping.

BAB V
LARANGAN PERMINTAAN IMBALAN
 
Pasal 9
 
Kantor Advokat DILARANG meminta imbalan dalam bentuk apapun dari Calon Advokat yang
melakukan magang di Kantor Advokat dimaksud.

BAB VI
SURAT KETERANGAN MAGANG
 
Pasal 10
 
(1) Kantor Advokat akan menerbitkan Surat Keterangan Magang bagi Calon Advokat yang
telah selesai menjalankan masa magang di Kantor Advokat tersebut sesuai dengan lamanya
waktu Calon Advokat melakukan magang.
(2) Surat Keterangan Magang ini dapat dijadikan bukti bahwa Calon Advokat tersebut sudah
menjalani magang untuk memenuhi persyaratan magang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat.

Pasal 11
 
(1) PERADI berwenang penuh untuk memverifikasi kebenaran Surat Keterangan Magang
maupun Laporan Berkala dan Laporan Sidang yang diajukan.
(2) Jika ternyata isi Surat Keterangan Magang dan atau Laporan Berkala dan/atau Laporan
Sidang ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, misalnya Calon Advokat
ternyata tidak pernah melakukan magang atau melakukan magang kurang dari jangka
waktu yang disebutkan dalam Surat Keterangan Magang, baik Advokat Pendamping yang
menerbitkan Surat Keterangan Magang dimaksud maupun Calon Advokat yang
menggunakannya akan dikenai sanksi berupa diberhentikan dari profesi advokat secara
tetap. Apabila Calon Advokat dimaksud belum diangkat sebagai Advokat, yang
bersangkutan tidak akan pernah dapat diangkat sebagai Advokat.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
 
Pasal 12
 
(1) Calon Advokat yang telah bekerja selama sedikitnya 2 (dua) tahun berturut-turut di satu
atau lebih Kantor Advokat terhitung sejak diundangkannya UU Advokat pada 5 April
2003, dianggap telah memenuhi ketentuan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf g UU Advokat dengan syarat harus menyerahkan bukti-bukti berupa:
a. surat keterangan dari Kantor(-kantor) Advokat tempat ia bekerja atau pernah bekerja;

b. slip gaji atau bukti pembayaran honorarium yang dikeluarkan Kantor Advokat untuk
Calon Advokat atau bukti pemotongan pajak PPh Pasal 21 atau kartu Jamsostek;
c. surat keterangan dari Advokat Pendamping yang menjelaskan bahwa Calon Advokat
telah ikut membantu penanganan sedikitnya 3 (tiga) perkara pidana dan 6 (enam)
perkara perdata (para pihak dan nomor perkara harus disebutkan dalam surat
keterangan tersebut).
(2) Calon Advokat yang telah bekerja selama sedikitnya 2 (dua) tahun berturut-turut di satu
atau lebih Kantor Advokat pada saat Peraturan ini ditandatangani, namun belum memenuhi
ketentuan telah ikut membantu penanganan sedikitnya 3 (tiga) perkara pidana dan 6 (enam)
perkara perdata maka Calon Advokat tersebut wajib memenuhi sisa jumlah perkara yang
disyaratkan.

Pasal 13
 
Dipersamakan dengan Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) di atas
adalah kantor-kantor atau lembaga-lembaga yang memberikan bantuan hukum cuma-cuma,
termasuk yang berada di lingkungan perguruan tinggi, yang setelah diverifikasi PERADI dapat
diterima dan dipersamakan sebagai Kantor Advokat yang dapat menerima magang.

Pasal 14
 
Dengan tetap mengacu pada pemenuhan ketentuan dimaksud pada Pasal 6 ayat (1), Calon
Advokat yang sedang magang/bekerja di Kantor Advokat dan/atau kantor-kantor/lembagalembaga
bantuan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 12 dan Pasal 13 di atas, tetapi belum
mencapai waktu 2 (dua) tahun, masa magang/kerja yang sedang dijalani tersebut akan
diperhitungkan sebagai bagian dari masa magang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g UU
Advokat.

Pasal 15
 
(1) Ketentuan Peralihan ini HANYA berlaku terhadap Calon Advokat yang lulus dalam 2
(dua) ujian Advokat yang diselenggarakan PERADI di tahun 2006 –yaitu Ujian Profesi
Advokat yang telah dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2006 dan Ujian Profesi Advokat
yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 September 2006– serta yang akan diselenggarakan
di tahun 2007.
(2) Ketentuan tentang telah ikut membantu penanganan sedikitnya 3 (tiga) perkara pidana dan
6 (enam) perkara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c di atas
DIKECUALIKAN terhadap Calon Advokat yang lulus dalam Ujian Profesi Advokat yang
diselenggarakan pada 4 Februari 2006 dan bekerja di Kantor Advokat yang
mengkhususkan diri pada bidang non-litigasi –yang dibuktikan dengan terdaftarnya
Advokat Pendamping sebagai anggota Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia atau
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal.

Pasal 16
 
(1) Setiap Calon Advokat dan Kantor Advokat yang termasuk dalam pengaturan Ketentuan
Peralihan ini wajib melaporkan pelaksanaan magang yang dilakukannya ke PERADI.
(2) Untuk Calon Advokat yang telah lulus dalam Ujian Profesi Advokat 4 Februari 2006,
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu 90 (sembilan
puluh) hari kalender terhitung sejak berlakunya Peraturan ini.
(3) Untuk Calon Advokat yang lulus dalam Ujian Profesi Advokat pada 9 September 2006 dan
tahun 2007 mendatang, laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam
waktu 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung sejak dikeluarkannya pengumuman
kelulusan ujian oleh Panitia Ujian Profesi Advokat PERADI.

Pasal 17
 
(1) PERADI berwenang penuh untuk memverifikasi kebenaran surat keterangan dan buktibukti
yang diajukan oleh Calon Advokat dan Kantor Advokat.
(2) Syarat tentang Advokat Pendamping sebagaimana diatur pada Pasal 2 berlaku terhadap
Ketentuan Peralihan ini.
(3) Ketentuan Pasal 11 ayat (2) berlaku terhadap Advokat yang menerbitkan surat keterangan
dan Calon Advokat yang menggunakannya.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
 
 Pasal 18
 
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditandatangani.

Jakarta, 16 Agustus 2006
Dewan Pimpinan Nasional
 
                    Ttd.                                                           Ttd.
Otto Hasibuan, S.H., M.M.                      Harry Ponto, S.H., LL.M.
 


            Ketua Umum                                     Sekretaris Jenderal
 
 

PERATURAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT

PERATURAN
PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2006
TENTANG PELAKSANAAN MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT
DEWAN PIMPINAN NASIONAL
PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

Menimbang:  a. Bahwa dalam rangka implementasi Peraturan Perhimpunan
Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Magang untuk Calon Advokat dirasakan perlunya bagi
Perhimpunan Advokat Indonesia untuk menerbitkan izin
sementara praktik Advokat bagi Calon Advokat yang menjalani
magang;
b. Bahwa pemberian izin sementara praktik Advokat bagi Calon
Advokat dimaksudkan agar dalam masa magang yang dijalani
mereka dapat melakukan praktik profesi Advokat secara terbatas,
sehingga ketika selesai menjalani masa magang tersebut sudah
memiliki cukup pengalaman praktik profesi Advokat;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu untuk mengubah ketentuan dalam
Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat.
Mengingat: 1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4282);
2. Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat.
Memperhatikan: Keputusan Rapat Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat
Indonesia pada tanggal 21 September 2006.

M E M U T U S K A N
Menetapkan: PERATURAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA
TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PERHIMPUNAN
ADVOKAT INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG
PELAKSANAAN MAGANG UNTUK CALON ADVOKAT
 
Pasal I
Mengubah ketentuan dalam Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat, dengan menyisipkan
5 (lima) pasal di antara Pasal 7 dan Pasal 8, yakni Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal
7D, dan Pasal 7E, yang berbunyi sebagai berikut:

 “Pasal 7A
PERADI akan mengeluarkan Izin Sementara Praktik Advokat (“Izin Sementara”)
kepada Calon Advokat segera setelah diterimanya Laporan Penerimaan Calon
Advokat Magang yang memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat, berikut peraturan
pelaksanaannya.

Pasal 7B
 
(1) Untuk kepentingan magang, Calon Advokat pemegang Izin Sementara dapat
diikutsertakan di dalam surat kuasa, dengan syarat bahwa di dalam surat kuasa
tersebut, terdapat Advokat Pendamping.
(2) Calon Advokat pemegang Izin Sementara tidak dapat menjalankan praktik
Advokat atas namanya sendiri.
(3) Calon Advokat hanya dapat berpraktik sebagai asisten dari Advokat
Pendamping.

Pasal 7C
 
(1) Izin Sementara berlaku selama Calon Advokat menjalani masa magang.
(2) Masa magang sebagaimana dimaksud ayat (1) berakhir pada saat Calon Advokat
telah menjalani magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada
Kantor Advokat serta menyelesaikan Laporan Sidang sebagaimana dimaksud
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang
untuk Calon Advokat, atau jika Calon Advokat tidak lagi menjalani masa
magang di Kantor Advokat.

Pasal 7D
Selama menjalani masa magang, Calon Advokat pemegang Izin Sementara wajib
berpedoman pada Kode Etik Advokat Indonesia dan peraturan PERADI lainnya.

Pasal 7E
 
PERADI berwenang untuk mencabut Izin Sementara apabila dalam penggunaannya
tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan ini.

Pasal II
 
Peraturan ini disebut juga “Peraturan Perubahan Pertama Peraturan Magang”.

Pasal III
 
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditandatangani.

Jakarta, 17 Oktober 2006
Dewan Pimpinan Nasional



            Ttd.                                                       Ttd.
DR. Otto Hasibuan, S.H., M.M.           Harry Ponto, S.H., LL.M.
        
 
     Ketua Umum                                    Sekretaris Jenderal

 

Lampiran Surat Pernyataan Kantor Advokat

Lampiran Surat Pernyataan Kantor Advokat

[Kepala Surat Kantor Advokat Penerima Magang]

[Tempat & Tanggal diterbitkan]
Kepada
Dewan Pimpinan Nasional
Perhimpunan Advokat Indonesia
Plaza Kebon Sirih, P2/14
Jl. Kebon Sirih No. 17-19
Jakarta 10340


SURAT PERNYATAAN KANTOR ADVOKAT

Dengan hormat,
Kami, …………. [nama kantor Advokat sebagaimana diatur Pasal 1 Peraturan Perhimpunan
Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat
(“Peraturan Magang”)/nama kantor atau lembaga yang memberikan bantuan hukum cumacuma
sebagaimana diatur Pasal 3 ayat (2) Peraturan Magang]
, beralamat di
……………………, menyatakan bersedia memberikan surat keterangan magang, membuat
laporan berkala tentang pelaksanaan magang serta memberikan bukti-bukti yang
menerangkan bahwa Calon Advokat telah menjalani magang di kantor kami.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya.
Hormat kami,

Nama: [Nama Pimpinan Kantor Advokat]
NIA: ______________

Lampiran 4. Laporan Penerimaan Calon Advokat Magang

Lampiran 4. Laporan Penerimaan Calon Advokat Magang

[Kepala Surat Kantor Advokat Penerima Magang]

[Tempat & tanggal diterbitkan]
Kepada
Dewan Pimpinan Nasional
Perhimpunan Advokat Indonesia
Plaza Kebon Sirih, P2/14
Jl. Kebon Sirih No. 17-19
Jakarta 10340 

LAPORAN PENERIMAAN CALON ADVOKAT MAGANG

Bersama ini kami sampaikan bahwa kami menerima Calon Advokat berikut ini guna
melakukan magang di kantor kami:
NO.   NAMA CALON                   NAMA ADVOKAT            TGL MULAI MAGANG              KET.        
          ADVOKAT                           PENDAMPING                   
1.   .......                          ............                       ...........                             ........
2.   .......                          ...........                        ...........                             ........
3.   .......                          ...........                        ...........                             ........
4.   .......                          ...........                        ...........                             ........
5.   ......                           ...........                        ..........                              ........
6.   ......                           ..........                         ..........                              ........
7.   ......                           ..........                         ..........                              ........
8.   ......                           ..........                         .........                               ........

Demikian Laporan Penerimaan Calon Advokat Magang ini kami sampaikan.
Hormat kami,
______________________________
Nama: [Nama Pimpinan Kantor Advokat]
NIA: _______________________

Lampiran 3. Laporan Sidang

Lampiran 3. Laporan Sidang

LAPORAN SIDANG

Nomor Perkara : ……………………………………………………………………………….
(nomor register pada Buku Induk Register masing-masing perkara)
Tanggal Sidang : ………………………………………………………......................................
Persidangan Ke : .……………………………………………………………………………….
Agenda Sidang : ………………………………………………………………………………..
Terdakwa/Tergugat
(coret salah satu)
: ………………………………………………………………………………..
Penuntut
Umum/Penggugat
(coret salah satu)
: ………………………………………………………………………………..
Majelis Hakim : 1. …….....……………………………………………………… (Ketua)
2. ..………...………………………………………………… (Anggota)
3. ..……………...…………………………………………… (Anggota)
4. …..………………...……………………………………… (Anggota)
5. ……..…………………...………………………………… (Anggota)
Panitera Pengganti : 1. ………………………………………………………………………….
2. ………………………………………………………………………….
Keterangan : ………………………………………………………………………………..
Uraian:
………………………………………………………………………………………………..……………
…………………………………………………………………………………………………..…………
……………………………………………………………………………………………………..………
………………………………………………………………………………………………………..……
…………………………………………………………………………………………………………..…
…………………………………………………………………………………………………………..…
…………………………………………………………………………………………………………..…
[Tempat dan tanggal ditandatangani]

Advokat Pendamping,                                          Calon Advokat,
_________________                                       _______________
Nama: ____________                                      Nama: __________
NIA: _____________
  

Lampiran 2. Lembar Evaluasi

Lampiran 2. Lembar Evaluasi

Lembar Evaluasi Pengajar
Pendidikan Khusus Profesi Advokat

Nama Pengajar:
Kelas:
Materi:
Hari/Tanggal:


1. Bagaimana menurut anda cara penyampaian materi ajar oleh pengajar?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
2. Bagaimana menurut anda penguasaan pengajar terhadap materi ajar?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
3. Bagaimana menurut anda modul dan bahan-bahan pendukung perkuliahan yang diberikan oleh
pengajar?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
4. Bagaimana menurut anda interaksi yang dilakukan pengajar dengan peserta didik?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
5. Bagaimana menurut anda studi kasus yang disampaikan pengajar?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
6. Apakah menurut anda pengajar disiplin dalam masalah waktu
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah anda merekomendasikan pengajar tersebut untuk mengajar pada pelaksanaan PKPA
berikutnya?
a. Ya
b. Tidak
8. Saran terhadap pengajar:
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
Lampiran 2. Lembar Evaluasi
Lembar Evaluasi Materi Ajar
Pendidikan Khusus Profesi Advokat
Materi Ajar:
Jumlah Sesi:
1. Bagaimana menurut anda muatan materi ajar yang bersifat praktik?
a. Kurang
b. Cukup
2. Bagaimana menurut anda muatan materi ajar yang bersifat teori?
a. Kurang
b. Cukup
3. Bagaimana menurut anda perbandingan antara materi ajar yang diberikan dengan jumlah sesi yang
tersedia?
a. Kurang
b. Cukup
4. Bagaimana menurut anda relevansi materi ajar dengan praktik profesi Advokat?
a. Kurang
b. Cukup
5. Saran terhadap materi ajar:
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………


Lampiran 2. Lembar Evaluasi

Lembar Evaluasi Materi Ajar
Pendidikan Khusus Profesi Advokat
 
Materi Ajar:
Jumlah Sesi:
1. Bagaimana menurut anda muatan materi ajar yang bersifat praktik?
a. Kurang
b. Cukup
2. Bagaimana menurut anda muatan materi ajar yang bersifat teori?
a. Kurang
b. Cukup
3. Bagaimana menurut anda perbandingan antara materi ajar yang diberikan dengan jumlah sesi yang
tersedia?
a. Kurang
b. Cukup
4. Bagaimana menurut anda relevansi materi ajar dengan praktik profesi Advokat?
a. Kurang
b. Cukup
5. Saran terhadap materi ajar:
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
Lampiran 2. Lembar Evaluasi
Lembar Evaluasi Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus Profesi Advokat
1. Bagaimana menurut anda ketersediaan alat pendukung proses perkuliahan yang disediakan
penyelenggara?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
2. Bagaimana menurut anda kenyamanan ruangan kelas yang dipergunakan untuk penyelenggaraan
PKPA?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
3. Bagaimana menurut anda biaya yang ditetapkan untuk mengikuti PKPA ini bila dibandingkan dengan
kualitas pengajar dan fasilitas yang diberikan oleh penyelenggara?
a. Sesuai
b. Mahal
4. Secara umum, bagaimana menurut anda kualitas dari pengajar-pengajar yang memberikan kuliah?
a. Kurang
b. Baik
c. Sangat baik
5. Bagaimana menurut anda pilihan materi ajar tambahan yang diberikan kepada peserta (bila ada)?
a. Perlu
b. Tidak perlu

Lampiran 2. Laporan Berkala Pelaksanaan Magang

Lampiran 2. Laporan Berkala Pelaksanaan Magang

[Kepala Surat Kantor Advokat Penerima Magang]
LAPORAN BERKALA PELAKSANAAN MAGANG

Nama Kantor Advokat: ___________________
Nama Calon Advokat: ____________________
Nama Advokat Pendamping: _______________
Jangka Waktu Magang: ___________________

NO.     LAPORAN SIDANG YANG                        KETERANGAN
         TELAH/SEDANG DISELESAIKAN
                (Sebutkan Nomor Perkara)
1.      ...................................                                ...................................
2.      ...................................                                ...................................
3.      ...................................                                ...................................
4.      ...................................                                ...................................
5.      ...................................                                ...................................
6.      ...................................                                ..................................
7.      ..................................                                 ..................................
8.      ..................................                                 ..................................

Uraian: (penjelasan singkat mengenai hal-hal yang dikerjakan oleh Calon Advokat selama menjalani
magang, pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan, dan perkembangan yang terjadi atas Calon Advokat
selama pelaksanaan magang)
…………………………………………………………..………………………………………………...
………………………………………………………..……………………………………………………
…………..…………………………………………………………………………………………………
…………..…………………………………………………………………………………………………
…………..…………………………………………………………………………………………………
……………...……………………………………………………………………………………………
[Tempat & tanggal ditandatangani]


Nama: [Nama Pimpinan Kantor Advokat]
NIA: _______________________

Lampiran 1. Surat Keterangan Magang

[Kepala Surat Kantor Advokat Penerima Magang]

[Tempat & tanggal diterbitkan]
Kepada
Dewan Pimpinan Nasional
Perhimpunan Advokat Indonesia
Plaza Kebon Sirih, P2/14
Jl. Kebon Sirih No. 17-19
Jakarta 10340

SURAT KETERANGAN MAGANG

Bersama ini kami sampaikan bahwa ………….[masukkan nama Calon Advokat], lahir di …………..
[masukkan tempat lahir] pada tanggal …………….. [masukkan tanggal lahir], telah melakukan
magang di kantor kami terhitung sejak …………….. [tanggal, bulan, dan tahun mulai magang]
hingga …………. [tanggal, bulan, dan tahun selesai magang].

Demikian Surat Keterangan Magang ini kami berikan untuk dipergunakan sebagai salah satu
pemenuhan persyaratan bagi Calon Advokat yang bersangkutan untuk menjadi Advokat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Hormat kami,

                                                                                Advokat Pendamping
Nama: [Nama Pimpinan Kantor Advokat]      Nama: __________
NIA: __________                                           NIA: __________

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA . TENTANG PETUNJUK PENGAMBILAN SUMPAH ADVOKAT

KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA


Nomor : MA/KUMDIL/01/III/K/2007
Jakarta, 29 Maret 2007
Kepada Yth.
Sdr. Ketua Pengadilan Tinggi
di- Seluruh Indonesia

SURAT EDARAN
Nomor : 01 Tahun 2007
TENTANG
PETUNJUK PENGAMBILAN SUMPAH ADVOKAT
Sehubungan dengan surat dari PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) Nomor : 059/Peradi-DPN/II/07 tanggal 27 Februari 2007 perihal
Sumpah Advokat, Mahkamah Agung memandang perlu memberikan petunjuk
sebagai berikut :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat
mewajibkan Advokat, sebelum menjalankan profesinya, untuk bersumpah
menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka
Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya ;
2. Pengambilan sumpah dilakukan oleh ketua atau, jika berhalangan, oleh Wakil
Ketua Pengadilan Tinggi dengan memakai toga dalam suatu sidang yang
terbuka untuk umum, tanpa dihadiri oleh Panitera ;
3. Lafal sumpah atau janji adalah sebagaimana yang tertera dalam pasal 4 ayat
(2) Undang-Undang No.18 Tahun 2003 ;
4. Salinan berita acara sumpah dikirimkan oleh Panitera Pengadilan Tinggi yang
bersangkutan kepada Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM dan
Organisasi Advokat ;
                  Demikian agar dilaksanakan sebagaimana mestinya.
                                                        KETUA MAHKAMAH AGUNG RI
                                                                                  ttd.
                                                                      BAGIR MANAN
Tembusan kepada Yth :
1. Wakil Ketua Mahkamah Agung-RI
2. Para Ketua Muda Mahkamah Agung-RI
3. Panitera Mahkamah Agung-RI
4. Sekretaris Mahkamah Agung-RI
5. Perhimpunan Advokat Indonesia

Surat sekretaris MA tentang : Sosialisasi KTPA baru

MAHKAMAH AGUNG
JL. MEDAN MERDEKA UTARA NO.9-13
Telp. 3843348, 3843459, 3843541, 3843557,
3451173, 3844302, 3845793, 3457642, 3458084
TROMOL POS NO. 1020
JAKARTA 10010

Jakarta, 11 Januari 2007
Nomor : 07 / SEK / 01 / I / 2007 Kepada Yth.
Lampiran : -- Ketua Pengadilan Tingkat Banding
Perihal : Sosialisasi KTPA baru di – Seluruh Indonesia

Sehubungan dengan akan berakhirnya Kartu Tanda Pengenal Advokat
(KTPA) yang dikeluarkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) pada
tanggal 31 Desember 2006, maka diberitahukan bahwa Dewan Pimpinan Nasional
(DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) akan mengeluarkan pengganti
dengan KTPA baru atas nama PERADI yang akan digunakan oleh para Advokat
yang berpraktik di pengadilan dari semua lingkungan peradilan di seluruh
Indonesia.
Demikian untuk diketahui.

                                                                            Sekretaris Mahkamah Agung
                                                                                             ttd.
                                                                        Drs. H.M. Rum Nessa, S.H., M.H.
Tembusan Yth :
1. Ketua Mahkamah Agung
2. Para Wakil Ketua Mahkamah Agung
3. Para Ketua Muda Mahkamah Agung
4. Dewan Pimpinan Nasional PERADI

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. tentang : : Pelaksanaan Undang – Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat

Jakarta, 25 Juni 2003
KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA
 
Nomor : KMA / 445 / VI / 2003
Lampiran : --
Perihal : Pelaksanaan Undang – Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat 


Kepada Yth. 1. Sdr.KETUA PENGADILAN TINGGI
                     2. Sdr.KETUA PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA
                     3. Sdr.KETUA PENGADILAN NEGERI
                     4. Sdr.KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Sehubungan dengan telah berlakunya Undang-Undang Advokat Nomor 18
Tahun 2003, maka dalam kaitannya dengan badan-badan peradilan sebagaimana
maksud Undang-Undang tersebut, perlu diberitahukan beberapa petunjuk sebagai
berikut sambil menunggu diterbitkannya peraturan-peraturan pelaksana Undang-
Undang tersebut :
1. Terhitung sejak tanggal surat ini dikeluarkan, kepada Ketua-Ketua Pengadilan
Tinggi dilarang untuk melakukan pelantikan / pengambilan sumpah terhadap
advokat / pengacara praktek yang baru ;
2. Kartu tanda pengenal yang dimiliki oleh para advokat / pengacara praktek yang
diterbitkan sebelum undang-undang advokat tersebut, dinyatakan tetap belaku
sampai 6 bulan sejak surat ini dikeluarkan, untuk selanjutnya akan diurus dan
ditangani serta diterbitkan oleh organisasi advokat;
3. Kepada saudara-saudara Para Ketua Pengadilan Tinggi diingatkan untuk
mengisi daftar ulang (her registrasi) para pengacara dan advokat yang terdaftar
di wilayahhukum saudara sebagaimana yang sudah diperintahkan Mahkamah
Agung sesuai dengan Surat Mahkamah Agung No : MA/SEK/671/XI/2000
tanggal 23 November 2000.
4. Sambil menunggu peraturan pelaksana lebih lanjut sesuai dengan Undang-
Undang Advokat tersebut diatas, maka semua prosedur pemindahan, mutasi
advokat dan lain-lain disesuaikan dengan maksud penjelasan Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang Advokat tersebut yang pada pokonya perpindahan atau mutasi
advokat tersebut wajib memberitahukan kepada :
- Pengadilan Negeri setempat.
- Organisasi Advokat ( dalam hal ini KKAI ), dan
- Pemerintah Daerah setempat
Demikianlah disampaikan kepada Saudara-saudara agar maklum.

                                                                     KETUA MAHKAMAH AGUNG R.I.
                                                                                              ttd.

                                                                                  BAGIR MANAN

Tembusan disampaikan dengan hormat kepada :
1. Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI)
2. Arsip

PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT

PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA
KURIKULUM
PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT
 
I. Materi Dasar
1 Fungsi dan Peran Organisasi Advokat 1
1. Sejarah dan bentuk-bentuk organisasi advokat di Indonesia;
2. Fungsi advokat dalam bantuan hukum:
a. pelaksana hak konstitusional
b. sebagai jembatan
c. standarisasi fungsi dan peran penegakan hukum yang dijalankan advokat

2 Sistem Peradilan Indonesia 
11. Lingkup Peradilan di Indonesia:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)
d. Peradilan Militer
e. Peradilan Khusus
1) Peradilan Niaga
2) Peradilan Anak
3) Peradilan Hak Asasi Manusia (HAM)
4) Peradilan Pajak
5) Peradilan Perikanan
6) Peradilan Tindak Pisana Korupsi (Tipikor)
2. Asas-asas dan kaidah-kadiah hukum
3. Metode penemuan hukum

3 Kode Etik Profesi Advokat
1. Substansi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
2. Kode Etik Advokat Indonesia:
a. Kepribadian advokat
b. Hubungan advokat dengan klien
c. Hubungan advokat dengan teman sejawat
d. Cara bertindak menganani perkara
e. Ketentuan tentang kode etik dan pelaksanaannya
3. Dewan Kehormatan Advokat:
a. Ketentuan umum
b. Pengaduan dan tatacara pengaduan
c. Prosedur pemeriksaan tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
d. Prosedur Pemeriksaan tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat
e. Cara pengambilan keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dan Dewan Kehormatan Pusat
f. Sanksi-sanksi terhadap pelanggaraan Kode Etik Advokat Indonesia oleh advokat
g. Cara penyampaian salinan putusan
3. Contoh-contoh kasus

II. Materi Hukum Acara (Litigasi)
1 Hukum Acara Pidana ( Catatan: Metode pengajaran bersifat terapan, yaitu dengan bedah kasus tertentu)
1. Surat panggilan
2. Surat kuasa penyidikan
3. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi tersangka
4. Surat penangguhan penahanan (dalam hal klien akan ditahan) (dengan kemungkinan adanya pra-peradilan)
5. Acara persidangan di pengadilan negeri:
a. Surat kuasa
b. Panggilan sidang
c. Pembacaan dakwaan
d. Eksepsi
e. Acara pemeriksaan:
1) Formalitas persidangan
2) Tahapan acara pemeriksaan di pengadilan
3) Cara mengajukan keberatan
4) Mencatat pemeriksaan saksi dan saksi ahli
f. Pembacaan tuntutan
g. Pledoi
h. Replik (oleh jaksa)
i. Duplik (oleh terdakwa atau kuasa)
j. Acara pembacaan putusan
k. Pengambilan putusan
l. Menyatakan banding
6. Tingkat Banding
•Memori banding
• Kontra memori banding
7. Tingkat Kasasi
•Memori kasasi
•Kontra memori kasasi
8. Peninjauan Kembali:
•Akta peninjauan kembali
9. Contoh-contoh kasus

2 Hukum Acara Perdata (Catatan: Metode Pengajaran bersifat terapan, yaitu dengan bedah kasus tertentu)
1. Surat kuasa
2. Macam-macam gugatan: gugatan perdata biasa, gugatan class action/perwakilan, gugatan legal
     standing, gugatan citizen law suit.
3. Mediasi
4. Persidangan (dalam hal perdamaian tidak tercapai) dengan kemungkinan tergugat tidak hadir:
a. Sidang tanpa kehadiran tergugat
b. Pembuatan akta bukti dan acara pembuktian
c. Putusan verstek
d. Upaya verzet
5. Persidangan dengan dihadiri para pihak:
a. Jawaban tergugat (termasuk kemungkinan eksepsi)
b. Replik
c. Duplik
d. Pembuktian, termasuk: pembuatan akta bukti, cara mencatat keterangan saksi
e. Kesimpulan
f. Pembacaan putusan
g. Pengambilan putusan
h. Menyatakan banding
6. Tingkat Banding (upaya hukum dan prosedur pengajuannya)
a. Memori banding
b. Kontra memori banding
7. Tingkat Kasasi
a. Memori kasasi
b. Kontra memori kasasi
8. Peninjauan Kembali
•   Akta peninjauan kembali
9. Contoh-contoh kasus Hukum Acara Peradilan Tata UsahaNegara (Catatan: Metode Pengajaran bersifat
    terapan, yaitu dengan bedah kasus tertentu)
1. Surat kuasa
2. Gugatan
3. Pemeriksaan persiapan dan perbaikan gugatan
4. Panggilan sidang
5. Acara sidang (tingkat pertama) (Penundaan surat keputusan yang digugat jika permohonan dikabulkan)
a. Jawaban
b. Replik
c. Duplik
d. Acara pembuktian (termasuk pembuatan akta bukti)
e. Kesimpulan
f. Pembacaan putusan
g. Pengambilan putusan
h. Pernyataan banding
6. Tingkat Banding
a. Memori banding
b. Kontra memori banding
7. Tingkat Kasasi
a. Memori kasasi
b. Kontra memori kasasi
8. Contoh-contoh kasus

 3 Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Catatan: Metode Pengajaran bersifat terapan,  
    yaitu dengan  bedah kasus tertentu)
11. Surat kuasa
2. Gugatan
3. Pemeriksaan persiapan dan perbaikan gugatan
4. Panggilan sidang
5. Acara sidang (tingkat pertama) (Penundaan surat keputusan yang digugat jika permohonan dikabulkan)
a. Jawaban
b. Replik
c. Duplik
d. Acara pembuktian (termasuk pembuatan akta bukti)
e. Kesimpulan
f. Pembacaan putusan
g. Pengambilan putusan
h. Pernyataan banding
6. Tingkat Banding
a. Memori banding
b. Kontra memori banding
7. Tingkat Kasasi
a. Memori kasasi
b. Kontra memori kasasi
8. Contoh-contoh kasus

4 Hukum Acara Peradilan Agama
1 1. Ruang lingkup pengadilan agama
2. Dasar hukum
3. Kompetensi pengadilan agama
4. Prosedur dan mekanisme berperkara di pengadilan agama
5. Produk-produk pengadilan agama: putusan dan penetapan
6. Contoh-contoh kasus

5 Hukum Acara Mahkamah Kontitusi 
1 1. Ruang lingkup kewenangan Mahkamah Konstitusi
2. Pengertian hak uji materiil dan formil
3. Perbedaan pengujian yang dilakukan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung
4. Para pihak dan obyek sengketa di Mahkamah Konstitusi
5. Prosedur beracara di Mahkamah Konstitusi
6. Format permohonan
7. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi
8. Contoh-contoh kasus

6 Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial
1 1. Pengertian dan jenis-jenis perselisihan hubungan industrial
2. Hak-hak normatif pekerja:
a. Hak bersifat ekonomis
b. Hak bersifat politis
c. Hak bersifat medis
d. Hak bersifat sosial
3. Kedudukan dan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial
4. Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
5. Serikat Pekerja
6. Cara penyusunan kesepakatan kerja bersama
7. Contoh-contoh kasus

7 Hukum Acara Pesaingan Usaha
1 1. Pemahaman terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha TidakSehat
2. Dunia Usaha dan Persaingan Tidak Sehat
3. Penentuan dan bentuk larangan (rule of reason dan per se-illegal)
4. Prinsip dan substansi larangan persaingan tidak sehat menurut UU Nomor 5 Tahun 1999:
a. Perjanjian yang dilarang
b. Kegiatan yang dilarang
c. Penyalahgunaan posisi dominan
5. Penggabungan (merger), konsolidasi, dan pengambilalihan (acqusition)
6. Tugas dan kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
7. Prosedur penanganan laporan di KPPU
8. Mekanisme penyelesaian persaingan usaha tidak sehat melalui KPPU
9. Sifat putusan KPPU dan upaya hukumnya
10. Contoh-contoh kasus

8 Hukum Acara Arbitrase dan Alternatif Dispute Resolution (ADR) (Catatan: Metode 
   Pengajaran bersifat terapan, yaitu dengan bedah kasus tertentu)
1 1. Surat kuasa
2. Pendaftaran gugatan
3. Penunjukan/pencalonan arbiter
4. Pemberitahuan kepada pihak lawan oleh sekretariat Badan Arbtrase Nasional Indonesia(BANI)/Badan
    Arbitrase ad-hoc
5. Jawaban lawan dan penunjukan arbiter
6. Penunjukan arbiter ketua oleh para arbiter melalui BANI, sekaligus pemberitahuan biaya arbiter
    kepada para pihak.
7. Acara mediasi:
    - jika tercapai perdamaian, dibuat akta perdamaian
    - jika perdamaian tidak selesai dilanjutkan acara arbitrase
8. Replik
9. Duplik
10. Pembuktian
11. Kesimpulan
12. Putusan
13. Pendaftaran putusan di pengadilan negeri
14. Eksekusi
Catatan:
Terbuka kemungkinan putusan arbitrase digugat melalui pengadilan negeri. Dalam hal demikian
terjadi, berlaku prosedur acara perdata umum.

9 Hukum Acara Pengadilan HAM (Catatan: Metode Pengajaran bersifat terapan, yaitu dengan bedah kasus tertentu)
1 1. Tugas dan wewenang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)
2. Dasar Hukum Pengadilan HAM
3. Mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat:
a. Tetap/permanen
b. Ad-hoc
4. Proses beracara pada Pengadilan HAM:
5. Perlindungan korban
6. Tatacara pemberian kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM
yang berat (menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002)
7. Aspek-aspek pemulihan efektif bagi para korban
8. Hak-hak korban
9. Contoh-contoh kasus

10 Hukum Acara Pengadilan Niaga (Catatan: Metode Pengajaran bersifat terapan, yaitu dengan   
     bedah kasus tertentu)
1 1. Tugas dan wewenang Pengadilan Niaga
2. Dasar Hukum Pengadilan Niaga
3. Mekanisme beracara di Pengadilan Niaga:
a. Perkara kepailitan
b. Perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
4. Hal-hal khusus yang harus diperhatikan dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Niaga
5. Contoh-contoh kasus

III. Materi Non-Litigasi
1 Perancangan dan Analisa Kontrak
2 1. Pengertian, syarat, dan asas-asas kontrak bisnis
2. Bentuk-bentuk kontrak bisnis
3. Tahapan pembuatan kontrak
4. Anatomi kontrak
5. Klausula kontrak yang spesifik
6. Penyelesaian permasalahan dalam kontrak
7. Contoh-contoh dalam kontrak

2 Pendapat hukum (legal opinion) dan Uji Kepatutan dari Segi Hukum (legal due diligence)
2 1. Pengertian pendapat hukum dan uji kepatutan dari segi hukum
2. Ruang lingkup pendapat hukum dan uji kepatutan dari segi hukum
3. Prosedur dan mekanisme pembuatan pendapat hukum
4. Prosedur dan mekanisme pelaksanaan uji kepatutan dari segi hukum (termasuk obyek yang diperiksa )
5. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan pendapat hukum dan pelaksanaan uji kepatutan dari     
    segi  hukum
6. Format dan contoh dari dokumen pendapat hukum dan dokumen uji kepatutan dari segi hukum

3 Organisasi Perusahaan, termasuk penggabungan (merger) dan pengambilalihan (acquisition)
1. Ruang lingkup aspek hukum korporasi
2. Prosedur pendirian Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Firma (Fa), Persekutuan Comanditer (CV),    
    Perusahaan Dagang (PD), koperasi, Yayasan, dan Perkumpulan
3. Dokumen-dokumen dasar korporasi
a. Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri
•Akta pendirian
•Surat keterangan domisili hukum
•Surat pendaftaran pajak
•Surat keterangan telah berbadan hukum dari Departemen Hukum dan HAM
•Surat izin usaha
•Tanda daftar perusahaan
b. Perusahaan Penanaman Modal Asing
•Letter of commitments
•Memo Kesepakatan (memorandum of understanding)
•Joint venture agreement
•Akta pendirian
•Letter of approval of location of land
•Letter of approval for investment
• Letter of ratification
•Surat keterangan domisili hukum
•Surat pendaftaran pajak
•Surat izin usaha
•Tanda daftar perusahaan
4. Prosedur penunjukan penjabat korporasi dan tugas-tugas dan pertanggungjawabannya
5. Pengertian penggabungan (merger) dan pengambilalihan (
acquisition)
6. Prosedur dan permasalahan dalam penggabungan (
merger) dan pengambilalihan (
acquisition)
7. Contoh-contoh kasus


IV. Materi Pendukung (Keterampilan Hukum)
1Teknik Wawancara dengan Klien 1
Pengertian wawancara
1. Tujuan wawancara
2. Tempat wawancara
3. Hal-hal yang harus dipersiapkan untuk wawancara
4. Struktur wawancara
a. Pembukaan: menanyakan identitas klien
b. Materi utama wawancara (pokok)
5. Tehnik bertanya
6. Tehnik mendengar
7. Menanggapi pertanyaan dari klien

2 Penelusuran Hukum dan Dokumentasi Hukum
1 1. Hierarki perundang-undangan di Indonesia
2. Tehnik dan metode penelusuran dokumen hukum
a. secara manual
b. melalui internet
3. Tujuan penelusuran dokumen hukum
4. Sumber-sumber hukum
5. Rancangan dokumen hukum dalam rangka litigasi (surat kuasa, somasi, gugatan, eksepsi, replik,
duplik, dokumentasi bukti-bukti, kesimpulan, banding, kasasi, dan peninjauan kembali)
6. Contoh-contoh kasus

3 Argumentasi Hukum (Legal Reasoning)
2 1. Pengertian dan hakikat argumentasi hukum
2. Logika dan argumentasi hukum:
a. kesalahpahaman terhadap peran logika
b. Kesesatan (falacy)
c. Kekhususan logika hukum
3. Langkah-langkah masalah hukum:
a. Sruktur argumentasi hukum: lapisan logika, dialektik, prosedur atau hukum acara
b. Langkah-langkah analisa hukum:
1) pengumpulan data
2) klasifikasi dan identifikasi permasalahan
3) penemuan hukum
4) penerapan hukum
4. Contoh-contoh kasus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
 a. bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera, aman,
tenteram, tertib, dan berkeadilan;
b. bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan
pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan
bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur,
adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam
menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia;
c. bahwa Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung
jawab dalam menegakkan hukum, perlu dijamin dan dilindungi oleh
undang-undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi
hukum;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Advokat
yang berlaku saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum
masyarakat;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Advokat.
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1/Drt/1951 tentang Tindakan-tindakan
Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan
Acara Pengadilan-pengadilan Sipil (Lembaran Negara Tahun 1951
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 81);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327);
7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344);
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400);
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713);
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778);
11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3872).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG ADVOKAT

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
2. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan hukum klien.
3. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.
4. Organisasi Advokat adalah organisasi profesi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang ini.
5. Pengawasan adalah tindakan teknis dan administratif terhadap Advokat untuk menjaga agar dalam
menjalankan profesinya sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang
mengatur profesi Advokat.
6. Pembelaan diri adalah hak dan kesempatan yang diberikan kepada Advokat untuk mengemukakan
alasan serta sanggahan terhadap hal-hal yang merugikan dirinya di dalam menjalankan profesinya
ataupun kaitannya dengan organisasi profesi.
7. Honorarium adalah imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat berdasarkan kesepakatan
dengan Klien.
8. Advokat Asing adalah advokat berkewarganegaraan asing yang menjalankan profesinya di wilayah
negara Republik Indonesia berdasarkan persyaratan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada Klien
yang tidak mampu.
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang hukum dan perundangundangan.

BAB II
PENGANGKATAN, SUMPAH, STATUS, PENINDAKAN, DAN
PEMBERHENTIAN ADVOKAT
Bagian Kesatu
Pengangkatan
Pasal 2
(1) Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi
hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh
Organisasi Advokat.
(2) Pengangkatan Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(3) Salinan surat keputusan pengangkatan Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
Pasal 3
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. warga negara Republik Indonesia;
b. bertempat tinggal di Indonesia;
c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1);
f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;
h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sumpah
Pasal 4
(1) Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.
(2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai berikut :
“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :
- bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
- bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang
sesuatu kepada siapapun juga;
- bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak
jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
- bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan
memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat
lainnya agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan
saya tangani;
- bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai
dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
- bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di
dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab
profesi saya sebagai seorang Advokat.
(3) Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan Organisasi Advokat.
Bagian Ketiga
Status
Pasal 5
(1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan.
(2) Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Bagian Keempat
Penindakan
Pasal 6
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan :
a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap tidak
hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat
profesinya;
e. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela;
f. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.
Pasal 7
(1) Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
d. pemberhentian tetap dari profesinya.
(2) Ketentuan tentang jenis dan tingkat perbuatan yang dapat dikenakan tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Sebelum Advokat dikenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada yang bersangkutan
diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri.
Pasal 8
(1) Penindakan terhadap Advokat dengan jenis tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, dilakukan oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sesuai
dengan kode etik profesi Advokat.
(2) Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
atau pemberhentian tetap dalam huruf d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung.
Bagian Kelima
Pemberhentian
Pasal 9
(1) Advokat dapat berhenti atau diberhentikan dari profesinya oleh Organisasi Advokat.
(2) Salinan Surat Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan lembaga penegak hukum lainnya.
Pasal 10
(1) Advokat berhenti atau dapat diberhentikan dari profesinya secara tetap karena alasan:
a. permohonan sendiri;
b. dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan hukuman 4 (empat) tahun atau lebih; atau
c. berdasarkan keputusan Organisasi Advokat.
(2) Advokat yang diberhentikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berhak
menjalankan profesi Advokat.
Pasal 11
Dalam hal Advokat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan putusan tersebut
kepada Organisasi Advokat.

BAB III
PENGAWASAN
Pasal 12
(1) Pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar Advokat dalam menjalankan
profesinya selalu menjunjung tinggi kode etik profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas yang dibentuk oleh Organisasi
Advokat.
(2) Keanggotaan Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur Advokat senior,
para ahli/akademisi, dan masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan diatur lebih lanjut dengan keputusan Organisasi Advokat.
 
 
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ADVOKAT
Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung
jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung
jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya
dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik
dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan
untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien
berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang
berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena
hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan
dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas
komunikasi elektronik Advokat.
Pasal 20
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat
profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga
merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas
profesinya.
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku
jabatan tersebut.
BAB V
HONORARIUM
Pasal 21
(1) Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada Kliennya.
(2) Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara wajar
berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.

BAB VI
BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA
Pasal 22
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak
mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
 
BAB VII
ADVOKAT ASING
Pasal 23
(1) Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum
atau perwakilannya di Indonesia.
(2) Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang
hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat.
(3) Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk suatu waktu tertentu kepada
dunia pendidikan dan penelitian hukum.
(4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperkerjakan advokat asing serta kewajiban
memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 24
Advokat asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) tunduk kepada kode etik Advokat Indonesia
dan peraturan perundang-undangan.
 
BAB VIII
ATRIBUT
Pasal 25
Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib
mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
BAB IX
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN ADVOKAT
Pasal 26
(1) Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh
Organisasi Advokat.
(2) Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat.
(3) Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
(5) Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi
Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(6) Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung jawab pidana
apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi Advokat mengandung unsur pidana.
(7) Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi Advokat diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Pasal 27
(1) Organisasi Advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di tingkat Pusat maupun
di tingkat Daerah.
(2) Dewan Kehormatan di tingkat Daerah mengadili pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan di
tingkat Pusat mengadili pada tingkat banding dan terakhir.
(3) Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
unsur Advokat.
(4) Dalam mengadili sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Kehormatan membentuk majelis yang
susunannya terdiri atas unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat diatur dalam Kode Etik.
 
BAB X
ORGANISASI ADVOKAT
Pasal 28
(1) Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang
dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan
kualitas profesi Advokat.
(2) Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga.
(3) Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat
Pusat maupun di tingkat Daerah.
Pasal 29
(1) Organisasi Advokat menetapkan dan menjalankan kode etik profesi Advokat bagi para anggotanya.
(2) Organisasi Advokat harus memiliki buku daftar anggota.
(3) Salinan buku daftar anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Mahkamah
Agung dan Menteri.
(4) Setiap 1 (satu) tahun Organisasi Advokat melaporkan pertambahan dan/atau perubahan jumlah
anggotanya kepada Mahkamah Agung dan Menteri.
(5) Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban menerima calon Advokat yang
akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g.
(6) Kantor Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memberikan pembimbingan, pelatihan,
dan kesempatan praktik bagi calon advokat yang melakukan magang.
Pasal 30
(1) Advokat yang dapat menjalankan pekerjaan profesi Advokat adalah yang diangkat sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap Advokat yang diangkat berdasarkan Undang-Undang ini wajib menjadi anggota Organisasi
Advokat.
 
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
ket. pasal 31 berdasar keputusan MK maka tidak berlaku lagi
Pasal 31
Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah
sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta)
rupiah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 32
(1) Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat
Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
(2) Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku masih
dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(3) Untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Undangundang
ini, dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia
(AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
(4) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi Advokat
telah terbentuk.
Pasal 33
Kode etik dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang telah ditetapkan oleh Ikatan
Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
(IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), pada
tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-
Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.
 
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Advokat, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksanaan
Undang-Undang ini.
Pasal 35
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:
1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 Nomor 23
jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya;
2. Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en
Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8);
3. Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446 jo. Stb. 1922
Nomor 523); dan
4. Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 36
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Telah Sah
pada tanggal 5 April
2003
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2003
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 49
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2003
TENTANG
ADVOKAT
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan
bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar juga
menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang
penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.
Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan
berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan
masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu
unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi
manusia.
Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan
jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan
semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang
semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam
pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan
masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk
dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan
perundang-undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya Undang-undang ini masih
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam
Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 : 23 jo. Stb.
1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian,
Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en
Deuwaarders (Stb. 1848 : 8), Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446
jo. Stb. 1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522).
Untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi
dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh
pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang-Undang ini
sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
1999.
Dalam Undang-undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi
Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam
pengangkatan, pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang
kuat di masa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi
Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip-prinsip
negara hukum pada umumnya.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah
lulusan fakultas hukum, fakultas syariah, perguruan tinggi hukum militer, dan
perguruan tinggi ilmu kepolisian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di Indonesia” adalah bahwa
pada waktu seseorang diangkat sebagai advokat, orang tersebut harus
bertempat tinggal di Indonesia. Persyaratan tersebut tidak mengurangi
kebebasan seseorang setelah diangkat sebagai advokat untuk bertempat
tinggal dimanapun.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara”, adalah
pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan “pejabat
negara” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa Pegawai Negeri terdiri dari:
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam Pasal 11 ayat (1) ditentukan bahwa Pejabat Negara terdiri dari:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada
Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada
semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan
Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Menteri, dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh;
i. Gubernur dan Wakil Gubernur;
j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan
k. Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam huruf c mencakup Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “Organisasi Advokat” dalam ayat ini adalah
Organisasi Advokat yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat
(4) Undang-undang ini.
Huruf g
Magang dimaksudkan agar calon advokat dapat memiliki pengalaman
praktis yang mendukung kemampuan, keterampilan, dan etika dalam
menjalankan profesinya. Magang dilakukan sebelum calon Advokat
diangkat sebagai Advokat dan dilakukan di kantor advokat.
Magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat, namun yang
penting bahwa magang tersebut dilakukan secara terus menerus dan
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah
Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai
kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan
keadilan.
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah sebagaimana dirumuskan dalam
penjelasan Pasal 14.
Ayat (2)
Dalam hal Advokat membuka atau pindah kantor dalam suatu wilayah negara
Republik Indonesia, Advokat wajib memberitahukan kepada Pengadilan Negeri,
Organisasi Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan dalam huruf c ini, berlaku bagi Advokat baik di dalam maupun di luar
Pengadilan. Hal ini, sebagai konsekuensi status advokat sebagai penegak hukum,
di manapun berada harus menunjukkan sikap hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan, atau pengadilan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penegak hukum lainnya” adalah Pengadilan Tinggi
untuk semua lingkungan peradilan, Kejaksaan, dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Advokat.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Advokat.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Yang dimaksud dengan “bebas” adalah tanpa tekanan, ancaman, hambatan, tanpa rasa
takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat martabat profesi. Kebebasan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas
profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi
kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya
keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya.
Yang dimaksud dengan “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap
tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini tidak mengurangi hak dan hubungan perdata Advokat
tersebut dengan kantornya.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan resiko,
waktu, kemampuan, dan kepentingan klien.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “hukum asing” adalah hukum dari negara asalnya
dan/atau hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” antara lain ahli agama dan/atau ahli
etika.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “pimpinan partai politik” adalah pengurus partai politik.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4288